Rabu, 07 Januari 2009

AKU, WARTAWAN KORAN X*
Uswatun Hasanah

Aku, wartawan koran X
Terbiasa mengolah dan menggilas berita
Tentang caci-maki, kebohongan dan penyiksaan yang mereka lakukan
Aku, wartawan koran X
Terbiasa mengolah dan menggilas berita
Tentang sebuah koran X yang kalian bela habis-habisan;
sebuah negeri yang kalian sebut “negeri markas syuhada”
(sekarang, negeri itu masih tertindas, aku puas!)
Yang rela mati untuk sejengkal tanahnya…
Huh! Bodoh nian Negara X itu…
Aku, wartawan koran X
Hidup dengan mengolah dan menggilas berita
Tentang sebuah Negara Bintang David yang memberiku makan
Aku masih terus begini
Kata-kataku adalah tajam!
Menusuk Negara X dan sekutunya dengan kebohongan!
Hahahahaha….!
Ya. Aku akan terus berbohong,
Demi Negara Bintang David yang aku cintai
Aku sangat paham arti konspirasi
Dari dua hingga sepuluh, sepuluh hingga ratusan…
Ah! Sungguh pandai aku ini…
Benar, kata adalah senjata
Aku, wartawan koran X
Hidup dengan mengolah dan menggilas berita
Aku membantai hanya dengan kata
Pembelaan diri Negara X akan kukecam dengan kata
Intimidasi Negara Bintang David adalah perjuangan, kataku…
Aku, wartawan koran X
Hidup dengan mengolah dan menggilas berita
Aku dibayar oleh Negara Bintang David
Yang katanya adalah Negara cinta damai,
Yang katanya akan terus memperjuangkan celah-celah “tanah”nya
Negara X adalah teroris, kata Negara Bintang David…
Negara Bintang David adalah binatang!, kata Negara X dan sekutunya…
Ah! Jika Negara Bintang David adalah binatang,
Lalu aku ini apa?


*untuk saudara-saudaraku di Palestina…

Selasa, 06 Januari 2009

Palestinaku...

SEPETIK GUMAM UNTUK PALESTINA
Oleh El Zukhrufy*


Jelang 1 Muharram 1430 Hijriah, saat umat Muslimin di seluruh dunia menyambut tahun baru dengan suka cita dan penuh kesyukuran pada Allah, Sang Raja Semesta. Kembali, benda-benda yang mampu menghancurleburkan gedung bertingkat, mengguncang Palestina – negeri markas syuhada. Ya. Semua terulang lagi. Siapa lagi pelakunya, kalau bukan Israel terlaknat itu? Perilaku yang tidak berperikemanusiaan itu, serentak ditayangkan di televisi, juga tertera di media cetak.
Adalah hal yang patut dipertanyakan, jika sebagai Muslim, hati kita tak tergerak sedikitpun untuk membantu saudara seiman kita disana. Mengaku sebagai orang yang beriman, tentu saja harus menjalankan segala hal yang menjurus padanya, seperti yang tertera pada ayat-ayat dalam kitab suci Al-Quran.
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui” (Ash-Shaff: 10-11).
Tak ada rotan, akarpun jadi. Tak perlu mengorbankan jiwa untuk jihad fii sabilillah jika kita tidak mampu untuk itu. Bermujahadah melalui harta adalah salah satu jalan menggapai surga. Sungguh istimewa makna ayat ini. Perdagangan manakah lagi yang bisa menyelamatkan kita dari azab pedih? Jawabnya, berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa. Mari kita beramai-ramai beramal, mencari pahala di jalan Allah dengan mengorbankan sedikit harta kita…
Bentuk nyatanya bagaimana? Salah satu cara ampuh menghadapi dan menghentikan kekejian Israel yaitu dengan memboikot Israel. Adapun maksudnya yaitu memboikot semua produk atau apapun yang berasal dari Israel, bisa berupa perkataan dan kebijakannya, juga perusahaan-perusahaan yang mendukung kekejaman Israel-zionist tersebut. Tentu saja hal ini tidak cukup hanya dilakukan oleh satu atau beberapa orang saja yang bisa dihitung jari. Adalah tanggung jawab kita bersama, sebagai kaum Muslim untuk bersatu memboikot Israel. Tanpa menunggu waktu lagi, dari sekarang!
Saudara kita, Shofwan Al Banna dalam bukunya ”Palestine, Emang Gue Pikirin!” (semua Muslim wajib baca buku ini!), menuliskan daftar produk Amerika yang direkomendasikan oleh para ulama untuk diboikot. Mungkin, anda bertanya kenapa harus barang-barang dari Amerika? Jawabnya, karena salah satu (ingat, baru salah satu. Yang lainnya masih banyak lagi) dukungan besar bagi Israel terkutuk itu berasal dari produk-produk ini. Produk tersebut hasil dari perusahaan MNC dan kebanyakan berbasis Amerika. Memang lumayan banyak. Anda juga tak perlu kaget membaca dan mengetahuinya, karena memang begitulah kenyataannya. Berikut barang-barang tersebut:
• KFC
• McDonalds
• Pizza Hut
• A&W
• Texas
• Dominos Pizza
• The Coca Cola Company
• Danone (contohnya, Aqua)
• Nestle (Dancow, Milo,dll)
• T-Shirt & Sepatu (Nike, Adidas, Kate dan Calvin Klein)
• Peralatan Listrik (Power, Alaska, Duncan, Motorola, Alcatel, Union Air, Clifinitour, Admiral, Harmony)
• Baterai (Eveready, Energizer, Doorsill)
• Mobil (Ford, Chrysler, Hammer, Chevrolet, Puck dan semua produk General Electric)
• Bahan-bahan Kimia dan Pembersih (Head & Shoulder, Pantene, Oloiez, Pampers, Ferry, Downy, Ariel, Tide, Camay, Zeset, Mack Factor, Carmen, barang-barang PT Johnson & Johnson, Nectar, Avon, Revlon, Gardena, pasta gigi Corset)
• Alat tulis (Pulpen merk Shiver, Parker and Hear
• Lain-lain: Handphone Nokia, Carefour, Giogio Armany Parfumes, Boss, Kiwi, L’oreal, rokok (Marlboro, Kant, Janstown, Lark, Merit, Gold Cost, Carlton, LM, More).

Subhanallah! Ternyata, banyak sekali produk-produk zionis yang sudah mewarnai hidup kita. Merasuk dalam darah dan daging kita juga keluarga. Bahkan mungkin tidak bisa kita hindari, sulit! Kita telah menjadi budak Israel tanpa kita sadari. Israel terkutuk yang notabene telah menjadi musuh Islam dengan menjajah hak saudara seiman kita di Palestina tanpa henti, tak kenal waktu. Bayangkan! Saat kita menikmati paha ayam KFC yang hangat nan lezat, saat itu kaki-kaki saudara kita di Palestina hancur oleh peluru bertubi-tubi. Saat kita melepas dahaga dengan menenggak minuman dingin bersoda, saat itu darah pemuda-pemuda Palestina bercucuran. Saat kita dengan bangga mengenakan pakaian produk zionis, yakinlah bahwa di suatu tempat nun jauh di sana, kulit-kulit saudara kita tercabik oleh bom-bom, bahkan kehilangan tempat bernaung yang aman.
Produk di atas mau tidak mau harus disingkirkan dari hidup kita. Tidak ada kompromi lagi. Meskipun sebenarnya masih banyak lagi produk-produk yang mendukung zionis. Sadarkah kita bahwa tanpa sengaja kita telah menjadi pembunuh? Bukan sekedar pembunuh biasa, melainkan pembunuh berdarah dingin! Barang-barang yang kita pakai sehari-hari, secara tidak langsung mengindikasikan hal itu. Satu rupiah saja yang kita keluarkan untuk membeli barang-barang tersebut, berarti kita ”menyumbangkan” satu peluru untuk membunuh jiwa-jiwa warga Palestina yang tak berdosa.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Ash-Shaff: 2-4).
Miris! Sangat ironis! Apalagi jika melihat orang-orang yang munafik! Siapakah mereka itu? Adalah orang-orang yang berkoar-koar, yang mengecam dan mengutuk Israel-zionist namun masih saja menjadi budak barang-barang zionis. Lalu, apa gunanya waktu yang terbuang di jalan? Apa gunanya suara-suara yang serak karena menyeru orang lain untuk peduli pada Palestina?
Tidak sulit untuk menghindar dari barang-barang tersebut, jika kita sungguh-sungguh meniatkannya untuk membantu saudara kita di Palestina. Masih banyak produk lain yang bisa kita konsumsi tanpa harus dihantui rasa berdosa karena ikut menyakiti warga Palestina. Namun, tentu saja kita harus teliti saat membeli barang-barang di toko maupun supermarket. Jika ragu, rajinlah mencari tahu di buku-buku maupun di internet mengenai apapun yang menjadi produk zionis. Jangan pernah merasa berat, karena ini sudah menjadi kewajiban kita sebagai Muslim. Karena Muslim itu ibarat satu badan, jika salah satu anggota tubuhnya merasa sakit, maka akan merasa sakitlah seluruh badannya. Meskipun segala sakit yang kita rasakan di sini, tidak akan sesakit para syuhada Palestina.
Masih mampukah kita mengecap nikmat dunia di saat saudara seiman kita di Palestina sana berpeluh darah? Saat kita tumbuh dengan susu sapi segar, pemuda Palestina harus tumbuh dengan meminum pahitnya kenyataan, hidup bersandingkan peluru-peluru. Mereka disana dewasa dalam intaian ledakan bom-bom.
Setiap Muslim adalah saudara. Jadi, tunggu apa lagi? Boikot Israel! Save Palestine, now! Allahu Akbar..!

*Humas Rohis FKM Unhas 2008-2009

Idul Adha

CATATAN HARI LEBARAN
Ahmadun Yosi Herfanda


Sepiring ketupat luka
Semangkok sop duka
Sepotong lauk alpa
Tergeletak di atas meja
Sajakku pun sigap menyantapnya

Belah ketupat ini dengan pisau puisi
Di dalamnya kan kau dapatkan sepotong sepi
Dan rindu mengunyah tubuhmu

Potong lontong ini dengan pisau sajakku
Di dalamnya kan kau temukan airmata gelandangan
Yang kemarin berteduh di beranda rumah kita
(aku lihat, Tuhan ada bersamanya)

Untuk Para Pemimpin

PEMIMPIN YANG BAIK: BAGAIMANA MEMPENGARUHI DAN “MENGUBAH” ORANG LAIN
Oleh: Uswatun Hasanah*

Zaman dahulu kala, Kaisar Cina sudah berusia renta dan tak mampu lagi memegang kendali pemerintahan. Beliau memiliki seorang Putra Mahkota. Hanya kepadanyalah dinasti kekuasaan dapat berlanjut, karena putra mahkota yang berumur kira-kira 12 tahun ini adalah putra tunggalnya. Namun, ada satu masalah. Putra mahkota menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus). Hal itu disebabkan putra mahkota sangat menyukai gula-gula dan tidak akan pernah bisa melepas kebiasaannya tersebut. Padahal, berbagai cara sudah dilakukan oleh sang ayah untuk mengobati anaknya dan juga agar sang putra mahkota dapat menghindari makanan yang manis-manis. Sudah banyak tabib dari segala penjuru yang diundang ke istana. Kaisar yang renta ini, sudah hampir putus asa.
Beberapa hari kemudian, seorang pegawai istana memberitahukan bahwa ada seseorang yang mungkin bisa mengatasi masalah ini, karena orang ini sangat terkenal dengan kepandaian dan kerendahan hatinya.
“Siapa nama orang itu, wahai patih?”, rupanya sang Kaisar sangat penasaran.
“Namanya Imam Ghazali, Baginda”, jawab patih dengan penuh rasa hormat.
“Tolong undang dia kesini. Aku khawatir dengan nasib putra mahkota. Siapa yang akan melanjutkan kerajaan ini selain dia? Aku sudah terlalu tua. Cuma dia harapanku satu-satunya…”.
“Baik, Baginda”.
Akhirnya, tibalah sang Imam di kerajaan yang mewah itu. Tanpa basa-basi, Kaisar langsung menceritakan tentang anaknya pada sang Imam.
“Wahai Imam, tolonglah anakku. Cuma dia harapanku. Apapun akan aku berikan padamu sebagai imbalan jika anakku sembuh”, Kaisar terlihat memelas pada Imam Ghazali.
Sang Imam terdiam. Beliau merenung. Rupanya beliau berpikir, susah juga ya masalahnya, batin sang Imam. Sementara, Kaisar yang menyaksikannya, terlihat heran dan makin putus asa. Akhirnya, dalam waktu yang lumayan lama, Imam Ghazali berkata,
“Izinkan saya membawa serta putra mahkota di kediaman saya. Beri saya waktu sebulan untuk membawanya kembali ke istana. Insya Allah, kebiasaannya akan hilang. Bagaimana?”.
Kaisar nampak ragu. Namun, karena harapan untuk kesembuhan anaknya demikian besar, juga demi melihat kemantapan wajah sang Imam, Kaisar menyetujui hal tersebut.
Singkat cerita, kembalilah putra mahkota ke istana bersama Imam Ghazali. Kaisar sangat bahagia menyambut kedatangan buah hatinya. Dipeluknya anak semata wayangnya. Dalam pelukan sang ayah, putra mahkota mengucapkan sesuatu.
“Ayahanda, ananda janji tidak akan makan gula-gula lagi”, ujarnya mantap. Tentu saja Kaisar terkejut mendengar kata-kata anaknya.
“Benarkah itu, wahai Imam?”, tanya Kaisar kepada Imam Ghazali yang sejak tadi berada di samping putra mahkota. Sang Imam hanya tersenyum.
Dengan sedikit tidak percaya, Kaisar memanggil seorang dayang dan menyuruhnya mengambil berbagai macam bentuk gula-gula berwarna-warni yang sangat enak, yang juga merupakan makanan kesukaan putra mahkota. Gula-gula tersebut disodorkan di depan putra mahkota. Namun, anak itu dengan tegas menolak semua pemberian ayahnya. Kaisar heran.
“Wahai Imam, sebenarnya apa yang telah engkau lakukan pada anakku? Adakah doa-doa khusus yang kau berikan padanya? Jika benar, ajarkanlah padaku dan pada semua orang di istana ini agar tidak ada orang yang terkena penyakit yang sama di negaraku ini”, ujar Kaisar sedikit mengharap pada Imam Ghazali. Lagi-lagi, sang Imam tersenyum. Dengan bijak, beliau berkata,
“Tidak ada doa atau mantra yang saya berikan pada putra mahkota. Yang pertama yang saya lakukan adalah saya tidak boleh memakan gula-gula selama saya bersamanya. Kemudian, saya menghampirinya. Saya ajak dia duduk di hadapanku, menatap matanya sambil mengusap kepalanya dengan penuh rasa sayang dan berkata, “Anak yang baik, jangan makan gula-gula lagi ya”. Lalu, putra mahkota mengangguk dan berjanji untuk tidak makan gula-gula lagi. Hanya itu yang saya lakukan, Baginda”.
Lagi-lagi, Kaisar terkejut dan heran dengan apa yang terjadi. Dengan hal sesederhana itu, Imam Ghazali dapat mempengaruhi dan mengubah kebiasaan anaknya. Rupanya, Kaisar tidak tahu bahwa dibalik semua itu ternyata sang Imam juga sangat menyukai gula-gula dan berusaha untuk menghindari kebiasaan itu agar bisa memberikan contoh pada putra mahkota.
***
Seorang ikhwan, –dia adalah mas’ul dalam organisasi dakwah di kampusnya- terlihat marah dan putus asa saat mendapati anggota organisasinya tidak memenuhi janji syuro hari itu. Ia sebenarnya sudah berusaha untuk khusnuzan pada ikhwah yang lain, namun karena terlalu lama menunggu mereka dan mungkin juga karena syaitan sedang menguasai hatinya, kemarahannya sudah tak mampu dibendung lagi. Ia beranggapan, teman-temannya sudah tidak ada komitmen lagi dalam organisasi ini. Ia mulai jengkel. Siapa yang patut disalahkan dalam masalah ini? Sempat terpikir olehnya untuk mundur dari posisi dan jabatannya. Dalam hati ia berkata, untuk apa aku ada disini jika tidak “dianggap”? Sami’na wa atho’na sudah tak terdengung lagi dalam hati personil organisasinya. Lalu?
Sebenarnya, bila kita lebih jeli lagi, kisah Imam Ghazali di atas sangat menginspirasi kita, terutama bagi seseorang yang memiliki amanah sebagai pemimpin seperti seorang ikhwan tersebut. Emang, ada hubungannya?
Ya! Dalam kisah sang Imam dan putra mahkota, sesungguhnya dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa jika kita ingin mengubah dan mengajak orang lain berbuat baik, terlebih dahulu dan jauh sebelumnya, kita harus mengubah diri kita sendiri. Kita ingin mengajak orang lain membuang sampah di tempatnya, maka seharusnya kita juga membuang sampah di tempat sampah. Kita ingin mengajak orang orang di sekitar kita untuk rajin shalat tepat waktu, maka kita juga harus rajin shalat tepat waktu. Kita ingin mengajak orang lain berbuat baik, maka kita harus senantiasa menghiasi diri dan akhlak kita dengan cahaya kebaikan. Itulah esensi dakwah. Dakwah, yang menurut bahasa berarti mengajak. Mengajak dalam berbuat kebaikan. Fastabiqul khairat.
Sebelum kita memutuskan untuk terjun dalam dunia dakwah, sepantasnyalah kita mempersiapkan diri untuk menjadi uswah bagi orang lain, terutama bagi orang yang ingin kita dakwahi, objek dakwah kita. Lihatlah Imam Ghazali. Sebelum beliau mengajak sang putra mahkota untuk berhenti dari kebiasaannya memakan gula-gula, beliau juga harus rela meninggalkan kebiasaannya memakan gula-gula. Dan akhirnya usaha beliau berhasil. Dengan perubahan itu, akan membawa putra mahkota sebagai raja yang tangguh dan sehat nantinya. Tanpa harus dihantui oleh penyakit yang dideritanya. Pikirkan! Cuma karena berhenti makan gula-gula, kekuasaan pemerintahan dinasti Cina tersebut dapat berlanjut!
Terkait dengan sang ikhwan, sebagai pemimpin lebih-lebih harus menunjukkan keteladanan. Untuk kasus di atas, mungkin dia sudah berusaha menjadi teladan dalam hal ketepatan waktu. Tapi, masih ada hal lain yang berhubungan dan berkaitan dengan itu semua. Siapa tahu, masih ada sifat dari sang pemimpin yang tidak disukai oleh ‘anak buah’nya. Karena sifat yang satu dapat mempengaruhi sifat yang lain. Karena satu sifat buruk, dapat men’jelek’kan sifat baik yang lain. Misalnya saja, sang pemimpin itu bersifat otoriter, sok pintar, angkuh, tidak menghargai pendapat orang lain, menganggap dia adalah yang paling tahu segalanya sehingga memandang orang lain dengan sebelah mata (Naudzubillah! Semoga tidak ada aktivis dakwah yang seperti itu) atau sifat-sifat buruk yang lain. Memang sangat sepele, tapi bagi seorang pemimpin, hal tersebut sangat berpengaruh bagi image-nya. Bagi orang yang peka terhadap sifat-sifat tersebut, mungkin akan muak dengan sosok pemimpin seperti itu. Dia akan beranggapan bahwa pemimpinnya adalah seseorang yang bermuka dua. Dia bisa saja bosan dipimpin oleh orang seperti itu. Dan, akhirnya lama-lama, mundur teratur dari barisan dakwah!
Seyogyanya, seorang pemimpin yang baik harus bisa menjadi teladan yang baik (seperti gelar yang disandang Rasul kita tercinta) bagi bawahannya. Tidak perlu menjadi pemimpin sesempurna Muhammad Saw, karena memang kita tidak akan pernah menyamai beliau. Kita hanya harus terus berusaha untuk meminimalisir sifat-sifat buruk yang ada dalam diri, membuangnya jauh-jauh dari kehidupan kita. Berusaha untuk tidak jadi pemimpin yang angkuh/otoriter, menerima pendapat orang lain, tsiqoh pada bawahannya.
Ikhlas, juga sangat penting. Ikhlas menerima amanah yang diberikan kepada kita, karena dengan diberikannya amanah berarti orang-orang percaya bahwa kita dapat menjadi pemimpin mereka. Jangan pernah menganggapnya sebagai beban, sekalipun. Jika ada rasa tidak ikhlas, sedikit saja, jalan sebagai pemimpin akan disesaki batu cadas. Pun istiqomah, inilah yang paling susah untuk dilakukan dan diwujudkan. Fastaqim, ya mujahiddin! Fastaqim!
Akhirul qalam, semoga setiap kita dapat menjadi khairul imam (pemimpin yang baik), yang dapat mempengaruhi dan mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan, agar hidup bisa menjadi lebih baik. Tidak perlu terlalu muluk-muluk, perubahan yang besar datang dari perubahan yang kecil.
Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Kelak kita akan menjadi jundullah yang tetap istiqomah di jalan dakwah tanpa ada keraguan, semoga! Karena ikhwafillah, dakwah adalah jalan terindah… Allahu Akbar! ^_^

*Humas Rohis 2008-2009

Semai Asa, Wujudkan cita dengan Cinta dan Dakwah ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO